Kamis, 20 Maret 2014

PRABU JAYABAYA (Sri Aji Joyoboyo)

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=579317205492571&set=a.376062875818006.87864.376061035818190&type=1&theater



Tentang

Mengupas fakta Sejarah Peradapan dan Budaya Nusantara.
For Members, free: Tag/Share/Copas.
www.facebook.com/dahanapura
Keterangan
Mengupas fakta Sejarah Peradapan dan Budaya Nusantara.
For Members, free: Tag/Share/Copas.

"Halaman ini untuk merajut kembali Kejayaan Nusantara, guna menemukan Jati Diri dan Identitas Bangsa"

Seperti telah kita ketahui, setiap daerah di Nusantara ini memiliki adat istiadat, budaya, dan legenda yang beragam yang telah ada ratusan/ribuan tahun yang lalu dan masih dilestarikan sampai sekarang. Hal itu merupakan bukti bahwa bangsa kita telah ada dan berbudaya ratusan/ribuan tahun yang lalu. Ditambah lagi dengan penemuan peninggalan-peninggalan arkeologi, baik dari jaman pra sejarah ataupun dari masa kerajaan.

Bangsa Indonesia tidaklah lahir pada tanggal 17 Agustus 1945, tapi bangsa Indonesia (Nusantara) sudah ada ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Proklamasi yang dibacakan oleh Ir.Soekarno itu hanyalah suatu "pernyataan kembali" kepada dunia, bahwa kita sebagai bangsa masih tetap eksis meski telah dijajah selama lebih dari 350 tahun.

Namun kita sebagai "Pewaris Nusantara" seringkali lupa dan hanya menganggap dongeng semata, tatkala kita mendengar kisah-kisah kejayaan nusantara atau ketika melihat bukti-bukti peninggalan leluhur kita yang ada.

Menurut kami hal itu disebabkan oleh:

1. Penjajahan yang dialami bangsa Indonesia selama lebih dari 350 tahun oleh bangsa asing (Spanyol, Portugis,Belanda, Inggris, Jepang), membuat kita terlupa akan kejayaan leluhur sendiri. Dengan tidak adanya penguasa/raja pribumi yang kuat (pasca Majapahit) penjajah bertindak semena-mena, rakyat senantiasa ditindas dan dibodohkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Sehingga kita terlupa bahwa sebenarnya kita adalah keturunan dari leluhur yang unggul dan beradap.

2. Penghancuran atau pengrusakan bukti-bukti sejarah (termasuk transkip, kitab-kitab kuno, dan prasasti) yang dilakukan pada setiap pergantian kekuasaan.
- Terutama ketika Kolonial/Belanda mulai menguasai Indonesia. Ratusan Situs2 Sejarah dihancurkan untuk pembangunan kepentingan2 Kolonial/Belanda di Indonesia dan ribuan artefak/naskah kuno/harta karun peninggalan kerajaan2 di Nusantara dibawa ke negeri Belanda. Memang tidak kita pungkiri para penyelundup (orang Indonesia sendiri) juga berperan dalam pindahnya peninggalan2 Nusantara ke luar negeri, tapi jauh lebih banyak yang dilakukan Belanda pada masa penjajahan dulu.
- Juga ketika kekuasaan Majapahit digantikan oleh Demak. Karena peninggalan2 dari pemerintahan sebelumnya yang bercorak Hindu-Buddha atau Kejawen dianggap dapat menimbulkan ke-syirik-an. Walau sebenarnya perang Majapahit vs Demak bukanlah perang agama tetapi lebih tepatnya "perang perebutan kekuasaan" di Nusantara. Penyerangan Demak terhadap Majapahit inipun menimbulkan pro dan kontra dalam tubuh Walisongo sendiri sebagai pendukung utama Kerajaan Demak, yaitu antara: Sunan Giri (putihan) dan Sunan Kalijaga (abangan).

3. Minimnya sosialisasi oleh Pemerintah dan Media Masa yang ada mengenai informasi sejarah/budaya Nusantara.


Dalam Album Foto Halaman ini, Kami perlihatkan bukti-bukti peninggalan kejayaan dari 5 Kerajaan Besar di Jawa. Dimana 5 kerajaan ini secara tidak langsung melatarbelakangi terbentuknya sebuah negara, yang bernama Indonesia.
Kerajaan-kerajaan itu adalah:
1. Mataram (Kuno) , abad VIII-IX
2. Panjalu (Kahuripan) , th. 1009-1042
3. Kediri (Dahanapura) , th. 1042-1222
4. Tumapel (Singasari) , th. 1222-1292
5. Majapahit (Trowulan) , th. 1293-1518


Data-data Sejarah/Budaya di halaman ini berasal dari berbagai Sumber Nasional dan dikemas secara obyektif, lepas dari pengaruh Unsur Keagamaan ataupun Unsur Kesukuan yang ada di Indonesia.


Dapatkan pemberitahuan postingan (kiriman) dari Kami.
Caranya:
- Masuklah ke halaman PRABU JAYABAYA.
- Arahkan cursor ke tombol "Disukai".
- Setelah muncul menu, klik "Dapatkan Pemberitahuan".



Manager by :
Panjalu Jayati
https://www.facebook.com/panjalu35jayati

Photo Design by :
AW gallery
https://www.facebook.com/ArifinWanz

Supported by:
PT. GUDANG GARAM Tbk
https://www.facebook.com/GG.Kediri



XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX


PRABU JAYABAYA
(Sri Aji Joyoboyo)

Adalah raja dari Kerajaan KEDIRI - Dahanapura yang memerintah sekitar tahun 1135-1157 serta bertahta diDAHANAPURA. Nama gelar lengkapnya adalah "Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa".
Prabu Jayabaya merupakan keturunan dari Raja Airlangga pendiri Kerajaan PANJALU - Kahuripan. Di akhir masa pemerintahannya, Raja Airlangga membelah kerajaannya (Panjalu) menjadi 2, yaitu: Kerajaan sebelah barat disebut Panjalu/Kediri berpusat di kota baru, Dahanapura/Daha, diperintah oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan sebelah timur disebut Jenggala berpusat di kota lama, Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.

PRABU JAYABAYA adalah tokoh yang identik dengan ramalan masa depan Nusantara. Terdapat beberapa naskah yang berisi tentang Ramalan-ramalan Jayabaya, antara lain: Kitab MUSARAR Jayabaya, Serat PRANITIWAKYA, dan naskah-naskah kuno lainnya.

Dikisahkan dalam Kitab MUSARAR Jayabaya , pada suatu hari Prabu Jayabaya berguru pada seorang ulama bernama "Maulana Ali Samsuddin" (Logat Jawa: Maolana Ngali Samsujen). Dari ulama tersebut, konon Prabu Jayabaya mendapat gambaran tentang keadaan Pulau Jawa sejak jaman Aji Saka sampai datangnya Hari Kiamat.

Dari nama guru Prabu Jayabaya di atas dapat diketahui kalau naskah serat tersebut ditulis pada jaman permulaan masuknya Agama Islam di Pulau Jawa. Tidak diketahui dengan pasti siapa penulis Ramalan-ramalan Jayabaya atau yang biasa disebut Jangka Jayabaya tersebut. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa pada saat itu untuk mematuhi ucapan tokoh besar, apalagi ucapan dari seorang raja. Maka, si penulis naskah pun mengatakan kalau ramalannya adalah ucapan langsung Prabu Jayabaya, seorang raja besar dari Kerajaan Kediri.

Prabu Jayabaya sangat terkenal dengan ramalannya, yaitu "Jangka Jayabaya", yang tidak saja terkenal di Jawa tapi juga sangat terkenal di manca negara. Ketenaran ramalan Jangka Jayabaya ini mengalahkan ketenaran Prabu Jayabaya sebagai seorang raja. Walau sebenarnya hal ini bukan suatu ramalan Prabu Jayabaya tapi merupakan suatu "Karya Sastra" dari Sang Raja, yang pada akhirnya oleh orang Jawa di "otak-atik mathuk" dan jadilah sesuatu yang dianggap ramalan masa depan.

Jangka Jayabaya sering dipakai rujukan atau pedoman bagi raja-raja dan masyarakat Jawa, dan juga menjadi sumber inspirasi bagi Pujangga-pujangga Jawa dari dulu sampai sekarang. Kitab-kitab Jawa lainnya seperti Primbon Jawa (Kitab Betaljemur), juga merujuk pada Jangka Jayabaya yang sebelumnya telah digubah (dengan maksud disempurnakan) oleh Walisongo khususnya oleh Kanjeng SUNAN KALIJAGA. Kitab Betaljemur ini sangat mempengaruhi sendi kehidupan masyarakat Jawa tradisional, misalnya dalam menentukan hari baik untuk melakukan hajatan, membaca karakter manusia berdasarkan hari kelahirannya (weton), memilih jodoh, dan sebagainya.

Pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya inilah, Kerajaan Kediri mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Hal ini diperkuat kronik/catatan Cina yang berjudul Ling Wai Tai Ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Kediri, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

Dari Prasasti Hantang dapat diketahui kalau Prabu Jayabaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Kerajaan Jenggala (Kahuripan) dan mempersatukannya kembali dibawah Kerajaan Kediri (Dahanapura/Daha), dengan semboyannya "Panjalu Jayati" yang artinya "Kemenangan Panjalu". Sejak itu Kerajaan Kediri dianggap sebagai satu-satunya penerus atau pewaris dari Kerajaan Airlangga, Panjalu.

Permaisuri Prabu Jayabaya bernama Dewi Sara. Lahir darinya Jaya Amijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jaya Amijaya menurunkan raja-raja tanah Jawa, bahkan sampai Majapahit dan Mataram Islam. Sedangkan Pramesti menikah dengan Astradarma raja Yawastina, melahirkan Anglingdarma raja Malawapati.

Prabu Jayabaya turun takhta pada usia tua. Beliau dikisahkan moksa (menghilang lenyap) di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Tempat moksa-nya Prabu Jayabaya dikenal dengan Petilasan SRI AJI JOYOBOYO Menang-Kediri.

Photo Design by:
AW gallery



PRABU JAYABAYA adalah tokoh yang identik dengan ramalan masa depan Nusantara. Terdapat beberapa naskah yang berisi tentang Ramalan-ramalan Jayabaya, antara lain: Kitab MUSARAR Jayabaya, Serat PRANITIWAKYA, dan naskah-naskah kuno lainnya.

Dikisahkan dalam Kitab MUSARAR Jayabaya , pada suatu hari Prabu Jayabaya berguru pada seorang ulama bernama "Maulana Ali Samsuddin" (Logat Jawa: Maolana Ngali Samsujen). Dari ulama tersebut, Prabu Jayabaya mendapat gambaran tentang keadaan Pulau Jawa sejak jaman Aji Saka sampai datangnya Hari Kiamat.

Dari nama guru Prabu Jayabaya di atas dapat diketahui kalau naskah serat tersebut ditulis pada jaman permulaan masuknya Agama Islam di Pulau Jawa. Tidak diketahui dengan pasti siapa penulis Ramalan-ramalan Jayabaya atau yang biasa disebut "Jangka Jayabaya" tersebut. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat pada saat itu untuk mematuhi ucapan tokoh besar, apalagi ucapan dari seorang raja. Maka, si penulis naskah pun mengatakan kalau ramalannya adalah ucapan langsung Prabu Jayabaya, seorang raja besar dari Kerajaan KEDIRI - Dahanapura.

Jangka Jayabaya sering dipakai rujukan atau pedoman bagi raja-raja dan masyarakat Jawa bahkan juga dipakai oleh tokoh-tokoh/pemimpin-pemimpin nasional terutama yang berasal dari Suku Jawa, seperti: Ir. Soekarno, Soeharto, Gus Dur, Megawati, SBY, kecuali BJ Habibie (mungkin karena bukan orang Jawa). Juga Wiranto, Prabowo, Harmoko, Permadi, dan beberapa lainnya. Konon kabarnya, mereka secara diam-diam berziarah di Petilasan SRI AJI JOYOBOYO Menang-Kediriyang berada di Desa Menang, Kecamatan Pagu,Kabupaten Kediri. Entah sekedar berziarah atau untuk meneladani kepemimpinan Prabu Jayabaya atau untuk maksud yang lain.

Khusus untuk Ir.Soekarno, dengan kecerdasannya beliau sangat menguasai Jangka Jayabaya. Ketika negeri ini bergolak pada thn 1965, Ir.Soekarno telah mengetahui akan adanya pertumpahan darah diantara bangsa Indonesia sendiri, seperti yang telah disebutkan dalam Jangka Jayabaya. Beliau mengalah demi menghindari pertumpahan darah itu, walau sebenarnya Ir.Soekarno sendiri mempunyai kekuatan dan didukung rakyat. Tapi takdir berkata lain, meski beliau mengalah tetapi pertumpahan darah tetap terjadi. Yaitu antara kelompok Soeharto dari golongan militer (TNI-AD) melawan kelompok yang disebut G30S/PKI. Ujung-ujungnya rakyatlah yang tetap menjadi korban.

Jangka Jayabaya juga menjadi sumber inspirasi bagi Pujangga-pujangga Jawa dari dulu sampai sekarang, dan juga menjadi dasar/sumber kitab-kitab Jawa lainnya seperti Primbon Jawa (Kitab Betaljemur), dan pada akhirnya kitab-kitab Jawa ini banyak yang telah digubah/disempurnakan oleh Walisongo terutama Kanjeng Sunan Kalijaga. Dimana "Kitab Betaljemur" ini sangat mempengaruhi sendi kehidupan masyarakat Jawa tradisional, misalnya dalam menentukan hari baik untuk melakukan hajatan, membaca karakter manusia berdasarkan hari kelahirannya (weton), memilih jodoh, dan sebagainya.

Photo Design by:
AW gallery

---
 � bersama Maman SuryamanSri Aji Joyoboyo danPanjalu Jayati di Kabupaten Kediri.
Suka �  � Bagikan
  • Rezky Maharany Mudah" an dizaman dl,sbg zaman peradaban yg perlu dipugar utk menuju masa depan yg lbh modern.
  • San To S Gambarannya dimasa depan jadi orang ini lebih percaya/iman karna langsung dari tuhan tapi jika kita yg berkata besok kamu begini" " " maka sebenarnya kata"itu untuk diri kita sendiri
  • San To S Ramalan itu berlaku untuk diri sendiri karna itu gambaran yg diberikan tuhan untuk kita bukan orang lain nah bagaimana kalo kita meramalkan orang lain maka kita cukup berdoa "ya allah tunjukan apa yg ingin ia ketahui "maka orang ini akan melihat sendiri
  • San To S Sudah dekat ,lalu dengan siapa aku tinggal disurga maka juga akan tampak nah dari sinilah timbul ramalan setiap orang pasti berbeda tentang ramalan ini karna pribadi setiap orang tidaklah sama yg harus kita lakukan percaya /tidak dgn ramalan maka jawabnya
  • San To S Maka bukan kita yg terbang ke neraka tapi nerakanya yg mendekat kpd kita,aku ingin melihat surgamu maka surganya yg mendekat kpd kita,aku ingin melihat kiamatmu maka kiamat yg ribuan tahun di depan kita itu kita bisa melihatnya jadi seolah olah kiamat itu
  • San To S Kemana wajah kita menghadap disitulah wajah allah (di depan kita,depan yg mana pastilah lebih tinggi/langit/karna ini kiblat doa)trus kalo kita sudah tau dan mengenal di mana allah berada maka kita tinggal bertanya kpdnya ya allah aku ingin melihat neraka



XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX



RORO JONGGRANG ( Legenda Jawa )

21 Maret 2014 pukul 4:09
  • Atau Loro Jonggrang adalah sebuah cerita rakyat Jawa yang melegenda. Cerita ini mengisahkan cinta seorang pangeran kepada seorang putri yang berakhir dengan dikutuknya sang putri akibat tipu muslihat yang dilakukannya. Legenda ini juga menceritakan asal mula dari Candi Sewu, Candi Prambanan, Keraton Ratu Baka, dan arca Dewi Durga yang ditemukan di dalam kompleks Candi Prambanan. Roro Jonggrang artinya adalah "dara (gadis) yang langsing". Meskipun candi-candi ini berasal dari abad ke-9, akan tetapi diduga dongeng ini disusun pada zaman yang kemudian yaitu zaman Kesultanan Mataram (Islam). Tafsiran lainnya menyebutkan bahwa legenda ini mungkin merupakan ingatan kolektif masyarakat setempat mengenai peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di kawasan ini. Yaitu peristiwa perebutan kekuasaan antara wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan MATARAM - Kuno.

    Konon di Jawa terdapat dua kerajaan yang bertetangga, Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Pengging adalah kerajaan yang subur dan makmur, dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana bernama Prabu Damar Moyo. Prabu Damar Moyo memiliki putra bernama Raden Bandung Bondowoso yang gagah perkasa dan sakti. Sedangkan Kerajaan Baka dipimpin oleh raja denawa (raksasa) pemakan manusia bernama Prabu Baka. Prabu Baka dibantu oleh seorang Patih bernama Patih Gupala yang juga seorang raksasa. Meskipun berasal dari bangsa raksasa, Prabu Baka memiliki putri cantik bernama Roro Jonggrang.

    Untuk memperluas kerajaannya dan merebut kerajaan Pengging, Prabu Baka bersama Patih Gupala memperbanyak dan melatih balatentara. Setelah persiapan matang, Prabu Baka beserta tentaranya menyerbu Kerajaan Pengging. Pertempuran meletus di Kerajaan Pengging. Banyak korban jatuh dari kedua belah pihak. Akibatnya rakyat Pengging menderita kelaparan, kehilangan harta benda, dan banyak yang tewas. Demi mengalahkan para penyerang, Prabu Damar Moyo mengutus putranya, Sang Pangeran Bandung Bondowoso, untuk bertempur melawan Prabu Baka. Pertempuran antara keduanya begitu hebat, dan berkat kesaktiannya Bandung Bondowoso berhasil mengalahkan dan membunuh Prabu Baka. Ketika Patih Gupala mendengar kabar kematian junjungannya, ia segera melarikan diri mundur kembali ke Kerajaan Baka. Pangeran Bandung Bondowoso mengejar Patih Gupala hingga memasukki Kerajaan Baka. Ketika Patih Gupala tiba di Keraton Baka, ia segera melaporkan kabar kematian Prabu Baka kepada Sang Putri Roro Jongrang. Mendengar kabar duka ini Sang Putri bersedih dan meratapi kematian ayahnya.

    Setelah Kerajaan Baka jatuh ke tangan balatentara Kerajaan Pengging, Bandung Bondowoso menyerbu masuk ke dalam Keraton Baka. Secara tidak sengaja Sang Pangeran bertemu dengan Roro Jonggrang, seketika Sang Pangeran terpesona oleh kemolekkan dan kecantikan Sang Putri. Demikian juga Roro Jonggrang, terpikat dengan ketampanan dan kegagahan Sang Pangeran. Meski hanya bertemu sesaat, wajah cantik Sang Putri selalu terbayang dibenak Sang Pangeran. Akhirnya Bandung Bondowoso pun memberanikan diri untuk melamar Roro Jonggrang. Meski Roro Jonggrang juga tertarik dengan Bandung Bondowoso tapi dia tidak dapat menerima lamarannya. Karena menurut pengasuhnya (mbok emban), sangatlah tidak pantas atau tabu bagi Roro Jonggrang menikah dan menjadi istri seseorang yang telah membunuh ayahnya dan menjajah kerajaannya. Bingung dan kalut hati Sang Putri, dia tidak dapat menerima lamaran Sang Pangeran tapi dia juga tidak dapat serta merta menolaknya. Bagaimanapun juga sekarang Kerajaan Baka dibawah kekuasaan Bandung Bondowoso, jika lamaran Sang Pangeran ditolak maka akan dianggap sebagai suatu penghinaan bagi Sang Pangeran, dan akibatnya nasib para punggawa dan kerabat/keluarga Kerajaan Baka yang masih tersisa akan dihabisi karena dianggap sebagai musuh. Atas nasehat dari para pengasuhnya akhirnya Roro Jonggrang bersedia dinikahi oleh Bandung Bondowoso tetapi dengan mengajukan 2 syarat. Pertama, ia minta dibuatkan sumur yang dinamakan sumur Jolotundo. Kedua, ia minta dibuatkan seribu candi dalam satu malam. Meskipun syarat-syarat itu teramat berat dan mustahil untuk dipenuhi, Bandung Bondowoso menyanggupinya.

    Dengan kesaktiannya Bandung Bondowoso berhasil memenuhi syarat yang pertama yaitu membuatkan Sumur Jolotundo. Setelah sumur selesai, Roro Jonggrang berusaha memperdaya Bandung Bondowoso dengan membujuknya turun ke dalam sumur untuk memeriksa apakah sumur tersebut telah keluar airnya atau belum. Setelang Bandung Bondowoso masuk ke dalam sumur, Roro Jonggrang memerintahkan Patih Gupala untuk menutup dan menimbun sumur dengan batu-batu besar dengan tujuan mengubur Sang Pangeran hidup-hidup di dalam sumur. Akan tetapi Bandung Bondowoso berhasil keluar dengan mendobrak timbunan batu-batu itu. Bandung Bondowoso sempat marah karena merasa ditipu oleh Roro Jonggrang, tetapi dengan kecantikan dan kelembutannya Roro Jonggrang berhasil merayu dan memadamkan kemarahan Sang Pangeran.

    Untuk mewujudkan syarat kedua, Sang Pangeran bersemadi sesaat guna memanggil makhluk halus (jin atau dedemit) dari dalam bumi. Dengan bantuan makhluk halus ini Sang Pangeran berhasil menyelesaikan 999 candi. Ketika Rara Jonggrang mendengar kabar bahwa seribu candi sudah hampir rampung, Sang Putri pun berusaha menggagalkannya. Ia membangunkan dayang-dayangnya dan perempuan-perempuan desa untuk mulai menumbuk padi. Ia segera memerintahkan agar mereka membakar jerami di sisi sebelah timur keraton. Mengira bahwa pagi telah tiba dan sebentar lagi matahari akan terbit, para makhluk halus lari ketakutan lalu bersembunyi masuk kembali ke dalam bumi. Akibatnya hanya 999 candi yang berhasil dibangun dan artinya Bandung Bondowoso telah gagal memenuhi syarat yang diajukan Roro Jonggrang. Ketika mengetahui bahwa semua itu adalah hasil kecurangan dan tipu muslihat Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso amat murka dan mengutuk Roro Jonggrang menjadi sebuah arca batu. Sang Putri berubah menjadi arca yang terindah untuk menggenapi candi terakhir. Menurut kisah ini, situs Keraton Ratu Baka di dekat Prambanan adalah Keraton Prabu Baka, sedangkan 999 candi yang tidak rampung kini dikenal sebagai Candi Sewu, dan arca Durga di ruang utara dalam candi utama di kompleks Candi Prambanan adalah perwujudan Sang Putri yang telah dikutuk menjadi arca batu dan dikenal sebagai Roro Jonggrang.

  • JasMerah kata Soekarno. .....
    Ttp menghadapi wanita cantik sedikit orang yg mampu teguh tdk tergoda...apalagi spt foto di atas yg sudah dikanvaskan oleh Basuki Abdullah....
  • Jati diri indonesia/nuswantara sejak dahulu merupakan simbol peradaban dunia,semoga kelak akan bangkit dan kembali berjaya. selamat berkarya meneruskan jejak2 budaya yg kini kian habis tak tersisa 

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX




PRASASTI SHIWAGRHA

Adalah prasasti yang berasal dari Kerajaan MATARAM - Kuno atau Kerajaan Medang di Jawa Tengah, tertulis chandrasengkala "Walung Gunung Sang Wiku" yang bermakna angka tahun 778 Saka (856 Masehi). Prasasti ini dikeluarkan oleh Dyah Lokapala atau Rakai Kayuwangi atau Sang Walaputra (putra bungsu), tidak lama setelah menggantikan ayahnya, Rakai Pikatan atau Sang Jatiningrat yang mengundurkan diri menjadi seorang brahmana. Dyah Lokapala adalah putra bungsu dari raja Rakai Pikatan dan permaisuri Pramodawardhani, yang berhasil menumpas musuh ayahnya bernama Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni yang mengaku sebagai keturunan pendiri kerajaan (Sanjaya) bermarkas di timbunan batu di atas bukit Ratu Baka.

Prasasti ini menyebutkan deskripsi kelompok candi agung yang dipersembahkan untuk Dewa Siwa disebut Shiwagrha (Rumah Siwa) yang cirinya sangat cocok dengan kompleks Candi Prambanan.

Kini prasasti ini disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor inventaris No. D.28.

Photo Design by:
AW gallery

---
 � di Museum Nasional.


XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX






CANDI PRAMBANAN

Disebut juga dengan Candi Roro Jonggrang, adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad IX masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama dalam agama Hindu, yaitu: Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Candi Prambanan adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor Wat. Di kompleks candi ini Siwa lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari dua dewa Trimurti lainnya. Candi Siwa sebagai bangunan utama sekaligus yang terbesar dan tertinggi, menjulang setinggi 47 meter dan lebar 34 meter. Candi Siwa di tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin dan satu garbagriha, yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di tengah candi. Ruangan timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam sebuah arca Siwa Mahadewa (Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga meter. Arca ini memiliki Lak�ana (atribut atau simbol) Siwa, yaitu chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta (mahkota keagungan), dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki empat lengan yang memegang atribut Siwa, seperti aksamala (tasbih), camara (rambut ekor kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca ini mengenakan upawita (tali kasta) berbentuk ular naga (kobra). Siwa digambarkan mengenakan cawat dari kulit harimau, digambarkan dengan ukiran kepala, cakar, dan ekor harimau di pahanya. Sebagian sejarawan beranggapa bahwa arca Siwa ini merupakan perwujudan raja Balitung sebagai dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau. Sehingga ketika raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu kembali dengan dewa penitisnya yaitu Siwa. Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik bunga padma di atas landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir ular Naga (kobra).

Tiga ruang yang lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran lebih kecil yang berkaitan dengan Siwa. Di dalam ruang selatan terdapat Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di ruang barat, dan di ruang utara terdapat arca sakti atau istri Siwa, Durga Mahisasuramardini, menggambarkan Durga sebagai pembasmi Mahisasura, raksasa Lembu yang menyerang swargaloka. Arca Durga ini juga disebut sebagai Roro Jonggrang (dara langsing) oleh penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Roro Jonggrang yang dikutuk oleh Bandung Bondowoso karena tipu muslihat cinta yang dilakukanya.

Berdasarkan Prasasti Siwagrha yang bertarikh 778 Saka (856 Masehi), nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna "Rumah Siwa" , dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter (inzet: kiri atas) yang menunjukkan bahwa di candi ini Dewa Siwa lebih diutamakan.

Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan - Sleman dan kecamatan Prambanan - Klaten, kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks Candi Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten.

Menurut Prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan Candi Buddha Borobudur dan juga Candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh raja Balitung Maha Sambu. Pembangunan kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang / Mataram (Kuno) berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong, dan diperluas dengan membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan candi ini, Candi Prambanan berfungsi sebagai candi agung Kerajaan MATARAM - Kuno , tempat digelarnya berbagai upacara penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara agama Hindu. Sementara pusat kerajaan Kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di Dataran Kewu.

Dataran Kewu atau dataran Prambanan adalah dataran subur yang membentang antara lereng selatan kaki gunung Merapi di utara dan jajaran pegunungan kapur Sewu di selatan, dekat perbatasan Yogyakarta dan Klaten, Jawa Tengah. Selain candi Prambanan, lembah dan dataran di sekitar Prambanan kaya akan peninggalan arkeologi candi-candi Buddha paling awal dalam sejarah Indonesia, serta candi-candi Hindu. Candi Prambanan dikelilingi candi-candi Buddha. Masih di dalam kompleks taman wisata purbakala, tak jauh di sebelah utara candi Prambanan terdapat reruntuhan candi Lumbung dan candi Bubrah. Lebih ke utara lagi terdapat candi Sewu, candi Buddha terbesar kedua setelah Borobudur. Lebih jauh ke timur terdapat candi Plaosan. Di arah barat Prambanan terdapat candi Kalasan dan candi Sari. Sementara di arah selatan terdapat candi Sojiwan, Situs Ratu Baka yang terletak di atas perbukitan, serta candi Banyunibo, candi Barong, dan candi Ijo.

Dengan ditemukannya begitu banyak peninggalan bersejarah berupa candi-candi yang hanya berjarak beberapa ratus meter satu sama lain, menunjukkan bahwa kawasan di sekitar Prambanan pada zaman dahulu kala adalah kawasan penting. Kawasan yang memiliki nilai penting baik dalam hal keagamaan, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Diduga pusat kerajaan Medang Mataram terletak disuatu tempat di dataran ini. Kekayaan situs arkeologi, serta kecanggihan dan keindahan candi-candinya menjadikan Dataran Prambanan tak kalah dengan kawasan bersejarah terkenal lainnya di Asia Tenggara, seperti situs arkeologi kota purbakala Angkor, Bagan, dan Ayutthaya.

Pintu masuk ke kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru mata angin, akan tetapi arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk utama candi ini adalah gerbang timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:
1. 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma
2. 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
3. 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi utara dan selatan
4. 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam atau zona inti
5. 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
6. 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68

Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.

Aslinya terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan. Tetapi kini hanya tersisa 18 candi, yaitu: 8 candi utama dan 8 candi kecil di zona inti serta 2 candi perwara. Banyak candi perwara yang belum dipugar, dari 224 candi perwara hanya 2 yang sudah dipugar, yang tersisa hanya tumpukan batu yang berserakan. Kompleks candi Prambanan terdiri atas tiga zona; pertama adalah zona luar, kedua adalah zona tengah yang terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah zona dalam yang merupakan zona tersuci tempat delapan candi utama dan delapan kuil kecil.

Penampang denah kompleks candi Prambanan adalah berdasarkan lahan bujur sangkar yang terdiri atas tiga bagian atau zona, masing-masing halaman zona ini dibatasi tembok batu andesit. Zona terluar ditandai dengan pagar bujur sangkar yang masing-masing sisinya sepanjang 390 meter, dengan orientasi Timur Laut - Barat Daya. Kecuali gerbang selatan yang masih tersisa, bagian gerbang lain dan dinding candi ini sudah banyak yang hilang. Fungsi dari halaman luar ini secara pasti belum diketahui, kemungkinan adalah lahan taman suci, atau kompleks asrama Brahmana bersama murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang berdiri di halaman terluar ini terbuat dari bahan kayu, sehingga sudah lapuk dan musnah tak tersisa.

Arsitektur candi Prambanan berpedoman kepada tradisi arsitektur Hindu yang berdasarkan kitab Wastu Sastra. Denah candi megikuti pola mandala, sementara bentuk candi yang tinggi menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Prambanan memiliki nama asli Siwagrha dan dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk gunung suci Mahameru, tempat para dewa bersemayam. Seluruh bagian kompleks candi mengikuti model alam semesta menurut konsep kosmologi Hindu, yakni terbagi atas beberapa lapisan ranah, alam atau Loka.

Seperti Borobudur, Prambanan juga memiliki tingkatan zona candi, mulai dari yang kurang suci hingga ke zona yang paling suci. Meskipun berbeda nama, tiap konsep Hindu ini memiliki sandingannya dalam konsep Buddha yang pada hakikatnya hampir sama.
Baik lahan denah secara horisontal maupun vertikal terbagi atas tiga zona:
- Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang fana; manusia, hewan, juga makhluk halus dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat dengn hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki candi melambangkan ranah bhurloka.
- Bhuwarloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi, pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran. Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bhuwarloka.
- Swarloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat para dewa bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman dalam dan atap candi melambangkan ranah swarloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan dihiasi dengan kemuncak mastaka berupa ratna (Sanskerta: permata), bentuk ratna Prambanan merupakan modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna adalah sandingan Hindu untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka candi.

Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75 meter dan peti batu pripih ini ditemukan diatas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang belulang hewan korban. Di dalam pripih ini terdapat benda-benda suci seperti lembaran emas dengan aksara bertuliskan Waruna (dewa laut) dan Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat lembaran tembaga bercampur arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir permata, kaca, potongan emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12 lembaran emas (5 diantaranya berbentuk kura-kura, ular naga (kobra), padma, altar, dan telur).

Candi ini dihiasi relief naratif yang menceritakan epos Hindu, Ramayana dan Krishnayana. Relief berkisah ini diukirkan pada dinding sebelah dalam pagar langkan sepanjang lorong galeri yang mengelilingi tiga candi utama. Relief ini dibaca dari kanan ke kiri dengan gerakan searah jarum jam mengitari candi. Hal ini sesuai dengan ritual pradaksina, yaitu ritual mengelilingi bangunan suci searah jarum jam oleh peziarah. Kisah Ramayana bermula di sisi timur candi Siwa dan dilanjutkan ke candi Brahma. Pada pagar langkan candi Wisnu terdapat relief naratif Krishnayana yang menceritakan kehidupan Krishna sebagai salah satu awatara Wishnu.

Relief Ramayana menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana. Panglima bangsa wanara (kera), Hanuman, datang ke Alengka untuk membantu Rama mencari Shinta. Kisah ini juga ditampilkan dalam Sendratari Ramayana, yaitu pagelaran wayang orang Jawa yang dipentaskan secara rutin di panggung terbuka Trimurti setiap malam bulan purnama. Latar belakang panggung Trimurti adalah pemandangan megah tiga candi utama yang disinari cahaya lampu.

Di dinding luar sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung (ceruk) yang menyimpan arca singa diapit oleh dua panil yang menggambarkan pohon hayat kalpataru. Pohon suci ini dalam mitologi Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan manusia. Di kaki pohon Kalpataru ini diapit oleh pasangan kinnara-kinnari (hewan ajaib bertubuh burung berkepala manusia), atau pasangan hewan lainnya, seperti burung, kijang, domba, monyet, kuda, gajah, dan lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang hanya ditemukan di Prambanan, karena itulah disebut "Panil Prambanan".

Pemugaran Kompleks Candi Prambanan dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai pada tahun 1930-an. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai kaidah arkeologi. Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran beribu-ribu batu secara sembarangan tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali. Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993.

Upaya renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran candi Siwa yaitu candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953 dan diresmikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Ir.Soekarno. Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak pondasinya saja.

Di dalam kompleks taman purbakala candi Prambanan terdapat sebuah museum yang menyimpan berbagai temuan benda bersejarah purbakala. Museum ini terletak di sisi utara Candi Prambanan, antara candi Prambanan dan candi Lumbung. Museum ini dibangun dalam arsitektur tradisional Jawa, berupa rumah joglo. Koleksi yang tersimpan di museum ini adalah berbagai batu-batu candi dan berbagai arca yang ditemukan di sekitar lokasi candi Prambanan; misalnya arca lembu Nandi, resi Agastya, Siwa, Wishnu, Garuda, dan arca Durga Mahisasuramardini, termasuk pula batu Lingga Siwa, sebagai lambang kesuburan.

Replika harta karun emas temuan Wonoboyo yang terkenal itu, berupa mangkuk berukir Ramayana, gayung, tas, uang, dan perhiasan emas juga dipamerkan di museum ini. Temuan Wonoboyo yang asli kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Museum ini dapat dimasuki secara gratis oleh pengunjung taman purbakala Prambanan karena tiket masuk taman wisata sudah termasuk museum ini.

Candi Prambanan masuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO, status ini diberikan UNESCO pada tahun 1991.

* Lepas dari masalah "Agama", mereka yang membangun Candi Prambanan ini adalah Leluhur kita. Dan kita adalah anak cucu / keturunan mereka, darah mereka mengalir dalam tubuh kita. Perbedaan Agama Leluhur kita saat itu dengan Agama kita saat ini, janganlah dijadikan "dinding" untuk kita merasa bangga akan kebesaran sejarah bangsa sendiri. Karena seperti leluhur kita dulu, kita juga tidak pernah tahu apakah anak cucu / keturunan kita nanti masih memiliki Agama yang sama dengan kita atau tidak.

Photo Design by:




XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX




GUNUNG KELUD
Kediri - Jawa Timur

Gunung Kelud adalah sebuah gunung api di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang masih aktif. Gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri , Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang, kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota Kediri , serta memiliki ketinggian 1.731 M dpl.

Meski Gunung Kelud disebut sebagai gunung api terendah di Tanah Air, bersama dengan Gunung Merapi di Jawa Tengah, Gunung Kelud merupakan gunung api paling aktif di Indonesia. Sejak tahun 1000 M, Gunung Kelud telah meletus lebih dari 30 kali letusan besar berkekuatan 5 Volcanic Explosivity Index (VEI). Letusan besar terakhir Gunung Kelud terjadi pada 13 Februari 2014.

Gunung api ini termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Sejak tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.

Kekhasan gunung api ini adalah adanya danau kawah (hingga akhir tahun 2007) yang membuat lahar letusan sangat cair dan membahayakan penduduk sekitarnya. Akibat aktivitas tahun 2007 yang memunculkan kubah lava atau Anak Kelud, danau kawah nyaris sirna dan tersisa semacam kubangan air.

Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga kompleks kawah membuka ke arah itu. Puncak Kelud adalah yang tertinggi, berposisi agak di timur danau kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak Gajahmungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan.

Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Setelah letusan pada tahun 1919 yang memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk, pada tahun 1926 dibuatlah sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar secara ekstensif dan masih berfungsi hingga kini.

Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990. Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007, 2010, dan 2014. Perubahan frekuensi (siklus) ini terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung.

Pada tanggal 13 Februari 2014 sekitar pukul 23.40 WIB setelah melewati fase kritis, akhirnya Gunung Kelud meletus dengan lontaran material vulkanik mencapai 17 km yang mengakibatkan hujan abu vulkanik di sejumlah daerah seperti, Kediri, Malang, Blitar, Surabaya, Madura, Sidoarjo, Mojokerto, Nganjuk, Jombang, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Pacitan, Solo, Sragen, Boyolali, Wonogiri, Yogyakarta, Magelang, Purworejo, Temanggung, Ciamis, hingga Bandung. Letusan terjadi empat kali, letusan terbesar terjadi pada letusan keempat yang menimbulkan hujan batu (sebesar ibu jari kaki hingga kepalan tangan) menimpa kecamatan Ngancar, Kepung, Puncu, Wates, Pare (Kab.Kediri) kecamatan Ngantang (Kab. Malang), dan kecamatan Pace (Kab. Nganjuk). Selain hujan batu, lahar panas juga tumpah. Dua jam pasca letusan dahsyat Gunung Kelud, menggelegar suara petir yang saling bersahutan terdengar di angkasa, sampai pada Jumat 14 Februari 2014 dini hari. Semula kilat dan petir hanya terlihat di atas kubah lava Gunung Kelud, namun kemudian meluas.

***
Di balik meletusnya Gunung Kelud, bagi masyarakat Jawa tradisional ada banyak Kisah Mistis (Mitos) yang terkait.

1. Kemarahan Lembu Sura
Bagi masyarakat setempat, Gunung Kelud memang lekat dengan mitos kisah cinta antara Lembu Sura dan Dyah Ayu Pusparani. Ketika Gunung Kelud meletus, berarti Lembu Sura si manusia sakti mandraguna yang berkepala seperti kerbau, sedang marah karena merasa telah ditipu oleh putri impiannya bernama Dyah Ayu Pusparani seorang putri dari Kerajaan Daha.
Konon Raja Brawijaya yang sedang berkuasa di Kerajaan Daha memiliki putri yang cantik jelita bernama Dyah Ayu Pusparani dan membuka sayembara untuk mencari calon suami pilihan. Salah satu yang ikut dan berhasil menang adalah Lembu Sura, seorang manusia yang sakti mandraguna tapi berkepala seperti lembu (kerbau). Meski tidak tertarik dengan Lembu Sura, Dyah Ayu tidak kuasa untuk menolaknya. Karena dikwatirkan Lembu Sura yang sakti mandraguna itu tersinggung lalu marah dan akhirnya akan menimbulkan peperangan. Maka dicarilah akal, Dyah Ayu Pusparani bersedia menerima lamaran itu asalkan Lembu Sura mampu membuatkannya sebuah sumur raksasa dalam waktu semalam di puncak Gunung Kelud. Lembu Sura pun menyanggupinya. Berkat kesaktian Lembu Sura, sumur raksasa pun hampir tercipta sebelum matahari terbit. Saat Lembu Sura sedang menggali di dasar sumur yang telah dalam, para prajurit Kerajaan Daha atas perintah Dyah Ayu Pusparani menimbun sumur itu dengan batu-batu besar dan tanah padas. Merasa telah dijebak, Lembu Sura dari dalam sumur mengucapkan sumpah (sesumbar) dengan lantang, "Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping, yoiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, lan Tulungagung dadi kedung..!!!" (Orang-orang Kediri suatu saat pasti akan mendapat balasanku yang berlipat-lipat. Kediri akan menjadi sungai, Blitar akan menjadi daratan gersang / hamparan pasir dan Tulunggagung menjadi daerah aliran air yang dalam). Oleh sebab itu, apabila Gunung Kelud meletus, wilayah Kediri yang merupakan reprentasi dari Kerajaan Daha akan selalu menjadi korban utama, sebagai wujud kemarahan Lembu Sura.
Saat Gunung Kelud meletus kemarin beberapa masyarakat di sekitar letusan mengaku sempat melihat Wajah Lembu Sura yang seperti lembu (kerbau) yang terbentuk dari kumpulan kilat atau gumpalan abu vukanik di angkasa.
Untuk meredam kemarahan Lembu Sura masyarakat setempat melakukan ritual adat yang diadakan setiap bulan suro di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. Selain itu, ritual adat ini diselenggarakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME dan juga bentuk rasa hormat pada penguasa Gunung Kelud. Ada beragam sesaji yang dibawa dalam ritual adat ini, mulai dari nasi, sayuran, lauk pauk, dan buah-buahan. Dalam ritual adat larung sesaji, masyarakat setempat biasanya membawa dua jenis tumpeng, yakni tumpeng nasi putih dan kuning. Tumpeng itu dilengkapi dengan aneka lauk-pauk, seperti telor, tahu, tempe, urap, parutan sambal kelapa dan masih banyak lagi. Menariknya, semua sesaji itu dihias dan ditata sedemikian rupa sehingga tampak cantik. Semua makanan yang dibawa oleh warga kemudian dikumpulkan di tengah. Mereka duduk mengelilinginya sembari mendengarkan pemangku adat membacakan doa. Setelah selesai didoakan, mereka akan berbondong-bondong memperebutkan sesaji berupa makanan tradisional, hasil bumi, sayur-sayuran dan buah-buahan.
Terlepas dari peristiwa meletusnya Gunung Kelud, Ritual Adat Larung Sesaji tidak ada salahnya untuk tetap dilestarikan sebagai warisan budaya leluhur.

2. Wage Keramat
Bagi warga Kediri terutama yang tinggal tak jauh dari lereng Gunung Kelud ada istilah yang disebut dengan Wage Keramat. Wage ini dianggap keramat karena senantiasa berkenaan dengan meletusnya Gunung Kelud.
Letusan Gunung Kelud terjadi pada Kamis malam tanggal 13 Februari 2014 sekitar pukul 23.40 WIB yang bertepatan dengan hari Kamis Pon. Namun dalam hitungan Jawa letusan Gunung Kelud semalam masuk dalam hitungan hari Jumat Wage. Dalam hitungan Jawa, waktu setelah Magrib dianggap sudah berganti hari, dengan kata lain, letusan Gunung Kelud semalam masuk dalam hari Jumat pasaran Wage atau Jumat Wage.
Wage adalah salah satu pasaran hari pada penanggalan Jawa (Pahing, Pon, Kliwon dan Legi). Sebagian orang percaya bahwa Gunung Kelud akan marah atau meletus di pasaran Wage tersebut. Hal ini tentu bukan tanpa argumen. Bagi masyarakat Jawa tradisional masih percaya ilmu titen (ingatan) selama ini selalu meletus di hari pasaran Wage. Tak heran sebagian warga terutama dari generasi tua selalu mengidentikkan letusan Gunung Kelud dengan pasaran Wage. Ketika Gunung Kelud erupsi kemarin malam, warga pun mau tak mau kembali menoleh dengan kepercayaan titen tersebut. Benarkah Gunung Kelud punya hubungan khusus dengan pasaran Wage? Atau hanya kebetulan yang terus-menerus terjadi?

3. Tempat dikuburnya keris Mpu Gandring
Gunung Kelud memiliki legenda yang panjang di negeri ini.
Konon, Hayam Wuruk, Raja terbesar dari Kerajaan MAJAPAHIT - Trowulan menghancurkan aura jahat keris Mpu Gandring warisan Raja Wisnuwardhana dari Kerajaan TUMAPEL - Singasari, di kawah Gunung Kelud. Keris Mpu Gandring bersama aura jahatnya pun terkubur di kawah Gunung Kelud sampai sekarang, oleh karena itu meletusnya Gunung Kelud sedikit banyak akan selalu membawa korban jiwa.
Keris Mpu Gandring sendiri terbuat dari bongkahan batu logam yang jatuh dari langit (sejenis meteorit). Bongkahan batu logam itu diduga memiliki aura yang sangat jahat dan haus darah. Terbukti nyawa Sang Empu alias yang membuat keris Mpu Gandring tewas oleh keris buatannya sendiri ini. Selain itu Mpu Gandring juga menewaskan Keboijo, Ken Arok dan Anusapati. Setelah membunuh Anusapati dengan keris Empu Gandring, Tohjaya naik tahta menjadi Raja di Kerajaan Tumapel - Singasari.

4. Pertanda lahirnya Pemimpin Besar di Nusantara
Dalam buku Sejarah Raja-Raja Jawa dari Mataram Kuno hingga Mataram Islam karya Krisna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, lahirlah sang Raja ke-4 Kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk, pada tahun 1334. Hayam Wuruk lahir bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud dan gempa bumi di Panbayu serta Sumpah Palapa dan Mahapatih Gajahmada. Di usianya yang ke-17 tahun, Hayam Wuruk akhirnya menjadi raja dan membuat Majapahit berkuasa sampai ke seluruh nusantara.
Sementara itu Presiden RI pertama, Ir. Soekarno terlahir dua pekan setelah Kelud meletus pada 22-23 Mei 1901 silam. Soekarno yang nama aslinya Koesno Soesrodihardjo lahir pada 6 Juni 1901. Sehingga banyak yang menafsirkan letusan di 2014 ini adalah lahirnya calon pemimpin masa depan Indonesia.

5. Isyarat Berakhirnya Kekuasaan/Pemerintahan
Pada abad 13-15, berdasarkan makalah yang ditulis Akhmad Zaennudin dan Darwin Siergar (IAGI 2008), dijelaskan bahwa Kelud pernah meletus secara eksplosif dan sangat besar jauh lebih mengerikan pada tahun 2014 ini. Dampaknya bahkan membuat lingkungan menjadi porak poranda, tak terkecuali kerajaan Majapahit.
Pusat pemerintahan Majapahit saat itu berada di Trowulan, kabupaten Mojokerto dengan jarak sekitar 40 kilometer sebelah utara Kelud. Jika letusan Kelud sebagai tanda lahirnya Raja terbesar Majapahit, Hayam Wuruk, maka letusan Kelud pula sebagi pertanda runtuhnya Majapahit.
Di jaman sekarang letusan Gunung Kelud kali ini dapat ditafsirkan sebagai isyarat akan berakhirnya kekuasaan partai politik yang saat ini sedang berkuasa di Indonesia, mungkin akan kalah (tidak lagi menguasai pemerintahan) dalam pemilu yang akan digelar sebentar lagi. 





XXXXXXXXXXXXXXXXX


ANDE-ANDE LUMUT
Legenda Jawa

Cerita Ande-ande Lumut adalah Cerita Rakyat yang berasal dari Jawa yang telah melegenda secara turun temurun dan merupakan Karya Sastra yang tidak tertulis. Cerita ini dikenal dalam berbagai versi. Versi yang banyak dikenal serta tradisional adalah yang mengaitkannya dengan bersatunya (kembali) Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kediri. Ada juga versi yang berpendapat Cerita Ande-ande Lumut merupakan penggalan dari Cerita Panji yang telah mengalami suatu distorsi, karena adanya kesamaan nama-nama tokoh dan tempat didalamnya.

Alkisah, di tanah Jawa berdirilah dua buah kerajaan kembar, yaitu Kerajaan Jenggala yang dipimpin oleh Raja Jayengnegara dan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Raja Jayengrana. Menurut cerita, dahulunya kedua kerajaan tersebut berada dalam satu wilayah yang bernama Kerajaan Panjalu. Sesuai dengan pesan raja Airlangga sebelum meninggal, kedua kerajaan tersebut suatu saat harus disatukan kembali melalui suatu ikatan pernikahan untuk menghindari terjadinya peperangan di antara mereka. Selang beberapa tahun raja dari kedua kerajaan kembar inipun berunding untuk menikahkan Panji Asmorobangun putra raja Jayengnegara dari Kerajaan Jenggala dan Dewi Sekartaji putri raja Jayengrana dari Kerajaan Kediri. Singkat cerita, Panji Asmorobangun dinikahkan dengan Dewi Sekartaji dan mereka tinggal di Kerajaan Jenggala.

Pada suatu ketika, Kerajaan Jenggala tiba-tiba diserang oleh kerajaan musuh. Pertempuran terjadi dengan sengit dan berlangsung berhari-hari. Disaat Kerajaan Jenggala nyaris kalah dalam pertempuran, Dewi Sekartaji melarikan diri dan bersembunyi ke sebuah desa yang jauh dari Kerajaan Jenggala. Untuk menjaga keselamatan jiwanya, ia menyamar sebagai gadis kampung dan mengabdi pada seorang janda kaya raya bernama Nyai Intan. Dan ia diberi nama Klenting Kuning. Ia tinggal bersama keempat putri Nyai Intan yaitu Kleting Merah, Kleting Hijau, Kleting Ungu dan Kleting Biru. Kleting Kuning dijadikan anak angkat namun diperlakukan dengan kasar. Di rumah Nyai Intan, Kleting Kuning selalu disuruh mengerjakan seluruh perkerjaan rumah seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Ia sering dibentak oleh Nyai Intan dan diperlakukan tidak senonoh oleh ketiga kakak angkatnya. Bahkan, ia terkadang hanya diberi makan sehari satu kali.

Sementara itu, di Kerajaan Jenggala, Panji Asmorobangun bersama pasukannya berhasil memukul mundur pasukan musuh. Namun, ia sangat sedih karena istrinya Dewi Candrakirana tiba-tiba menghilang dari kerajaan. Pencarianpun segera dilakukan. Tak hanya di kota, tetapi sang pengeran mencarinya hingga ke desa-desa. Ketika di sebuah Dusun Dadapan, berhentilah sang pangeran. Untuk menenangkan diri dan mencari petunjuk kepada yang Maha Kuasa, dia menginap beberapa hari dan melakukan semedi di rumah seorang janda tua yang dikenal dengan Mbok Rondo Dadapan dan menyamar menjadi anaknya dengan nama Ande-Ande Lumut. Nama Dusun Dadapan ini sampai sekarang masih bisa ditemukan di beberapa desa di wilayah Kediri.

Ande-Ande Lumut yang tampan seketika menjadi buah bibir warga kampung itu, bahkan juga ke desa-desa tetangganya. Para ibu yang punya anak gadis segera saja menyuruh anak-anak gadisnya untuk melamar sang jejaka tampan. Segera saja, rumah Mbok Rondo yang menjadi tempat tinggal Ande-Ande Lumut ramai dikunjungi oleh para pelamar. Sayangnya, tak seorang pun yang diterima oleh Ande-Ande Lumut karena ia masih sibuk semedi untuk mencari keberadaan istrinya yang sangat dicintainya, yang tak lain adalah Dewi Candrakirana.

Sementara itu di sebuah desa, diseberang sungai besar, tinggallah seorang ibu dengan kelima anak perempuan. Empat diantaranya, yakni Kleting Merah, Kleting Hijau, Kleting Ungu dan Kleting Biru, sangatlah terawat dan cantik jelita. Pekerjaan mereka sehari-hari hanyalah berdandang agar tampak semakin cantik kemilau. Masih ada seorang lagi anak ibu tersebut, yaitu "Kleting Kuning" yang sejatinya parasnya tak kalah cantik. Namun karena penampilannya yang kumal dan tak terawat serta setiap hari selalu mengerjakan pekerjaan rumah tangga, ia tampak biasa saja. Apalagi ia juga tak punya baju yang cukup layak untuk dipakai.

Berita tentang Ande-Ande Lumut itu pun sampai juga ke telinga para gadis tersebut. Bisa ditebak, kalau mereka pun berminat untuk ikut ngunggah-unggahi (melamar). Siapa tahu ada yang terpilih, karena kabar tentang Ande-Ande Lumut merupakan putra raja yang tengah menyamar sudah sampai pula di telinga mereka. Sang ibu tentu saja merestui niat keempat putrinya itu. Mengapa hanya empat? Tentu saja si Kleting Kuning tak dikutsertakan karena sesungguhnya Kleting Kuning merupakan anak angkat keluarga itu. Kalau dia ikut, siapa yang akan mengurus pekerjaan di rumah? Lagi pula, kalau dia ikut berarti rival mereka bertambah satu, meskipun Kleting Kuning yang kumal itu tentunya tak akan masuk perhitungan si Ande-Ande Lumut. Pikir mereka, siapa yang mau melirik gadis kumal jikalau ada empat gadis cantik yang wangi seperti mereka?

Untuk mengelabui si Kleting Kuning agar tak ikut serta mereka, sang ibu menyuruh Kleting Kuning untuk membersihkan dandang (panci) yang sudah sangat hitam. Sang ibu berpesan, agar Kleting Kuning jangan sekali-sekali pulang ke rumah sebelum dandangnya bersinar seperti baru.

Akhirnya, mereka berempat pun berangkat menuju desa tempat tinggal Ande-Ande Lumut. Sayangnya, mereka harus melewati sungai yang cukup besar dan lebar. Dan, sayangnya pula tak ada perahu yang melintas di sungai itu. Di tengah kebingungan mereka, datanglah seekor Kepiting Raksasa. Yuyu Kangkang, demikian namanya. Yuyu Kangkang berbicara kepada keempat gadis cantik itu.
"Mengapa kamu sekalian ada di sini, Gadis Cantik? Apa ada yang bisa kubantu?"
"Kami hendak menyeberang, Yuyu Kangkang. Bisakah engkau menyeberangkan kami?"
"Menyeberangkan kalian? Dengan apa hendak kaubayar?"
"Bayar? Berapa yang kamu mau?"
"Hohoho... aku tak butuh uang, Manis."
"Lalu?"
"Aku mau pipimu. Gimana?"
"Pipi?"
Yuyu Kangkang mengangguk.
"Cukup pipi kanan dan kiri, masing-masing satu kali. Mudah, bukan?"
"Ah, baiklah Yuyu Kangkang. Asal kami bisa sampai di hadapan Ande-Ande Lumut saja."

Akhirnya mereka berlima pun sampai di seberang dengan meninggalkan sebuah ciuman bagi Yuyu Kangkang. Tak lama kemudian, sampai juga mereka di rumah Mbok Rondo. Mereka pun mengutarakan keinginannya untuk melamar Ande-Ande Lumut.

"Kami ingin melamat Ande-Ande Lumut, Mbok Rondo."
"Semuanya?"
"Tentu saja, Mbok. Kami cantik-cantik semua, bukan?"
"Iya, iya... baiklah. Biar kutanyakan kepada Ande-Ande Lumut dulu."

Lalu, Mbok Rondo pun menemui Ande-Ande Lumut di ruang semedi.
"Anakku, Ande-Ande Lumut, ada putri-putri yang cantik jelita, mereka wangi semua. Namanya Kleting Merah, dan saudara-saudaranyan. Apakah engkau mau menerima mereka semua sebagai istri-istrimu? Paling tidak, pilihlah satu di antara mereka, Nak."
"Tidak, Mbok, aku tak bisa menerima mereka."
"Tapi mengapa?"
"Karena mereka bekas Yuyu Kangkang, Mbok. Katakanlah pada mereka."
"Baiklah kalau begitu, Nak. Apa boleh buat, bila itu maumu."

Sementtara itu, Kleting Kuning yang berada di tepi sungai untuk mencuci dandang merasa kesulitan untuk membersihkan dandang itu. Dalam hati, ia mengeluhkan sikap ibu angkatnya yang tak adil dan memperlakukannya secara tak manusiawi. Namun, ia tetap melakukan pekerjaannya itu seperti yang diperintahkan oleh ibunya.

Tiba-tiba, datanglah seekor bangau.
"Kenapa engkau sedih, Kleting Kuning?"
"Aku tak sedih bangau, aku hanya capek mengerjakan semua pekerjaan ini."
"Kasihan kamu, Nak. Maukah engkau kuberi senjata untuk mempermudah pekerjaanmu ini?"
"Senjata? Tentu saja mau. Tapi mengapa? Siapa engkau?"
"Aku adalah utusan Tuhan untuk datang menolongmu. Pakailah lidi ini untuk meringankan pekerjaanmu," kata bangau sambil memberikan sebuah lidi kepada Kleting Kuning.
"Terima kasih, Bangau. Terima kasih."
Kleting Kuning segera memukulkan lidi itu ke dandang yang tengah dicucinya. Ajaib, dalam sekejap mata, dandang itu pun berkilau kembali.

Kleting Kuning pun bergegas pulang ke rumah. Ketika dilihatnya rumah dalam keadaan sepi, ia pun bertanya pada ibunya. "Ibu, kemana kakak-kakakku? Kok sepi sekali?"
"O, anu, tak ke mana mana. Ada sedikit urusan di desa seberang," kata ibunya gugup.
"Mengapa Ibu gugup? Adakah yang disembunyikan dariku?"
"Ah.. tidak, Kleting Kuning. Mereka hanya sedang melamar Ande-Ande Lumut," begitu jawab sang ibu.
"Mengapa aku tak diajak, Ibu? Bukankah aku anak ibu juga? Pokoknya sekarang aku harus menyusul mereka."
"Jangan, Kleting Kuning. Tempatnya jauh."
"Tak apa, Ibu," kata Kleting Kuning sambil bergegas meninggalkan rumah ibunya. Pakaiannya masih kumal dan wajahnya kotor sekali karena baru saja mencuci dandang.

Tak lama kemudian, sampailah Kleting Kuning di tepi sungai tempat Yuyu Kangkang bersemayam. Ia pun segera menyapa Yuyu Kangkang.
"Hai, Yuyu Kangkang, maukah engkau menyeberangkanku ke seberang sana?"
"Tapi kamu kotor, Kleting Kuning. Badanmu bau pula. Menyeberanglah sendiri, sini sambil berenang sekalian mandi."
"Enak saja. Aku tak mau bersentuhan kulit denganmu, Yuyu Kangkang", sahut Kleting Kuning. Segera ia mengibaskan lidi pemberian bangau dan seketika sungai menjadi surut airnya.

Kleting Kuning segera berjalan melewati sungai yang telah surut airnya itu. Yuyu Kangkang yang kehilangan air menjerit-jerit minta tolong, tetapi Kleting Kuning tetap berjalan. Sesampai di seberang sungai, ia kembali mengibaskan lidinya. Tak lama kemudian, air pun kembali mengalir.
"Ingat.. Yuyu Kangkang. Kalau kamu masih suka mempermainkan orang yang menyeberang, aku akan menyurutkan lagi tempat tinggalmu ini," katanya.
"Iya, iya, baiklah Kleting Kuning. Ampuni aku."

Tak berapa lama kemudia, Kleting Kuning pun sampai di rumah Mbok Rondo. Ia melihat kakak-kakaknya tengah menangis karena ditolak oleh Ande-Ande Lumut.
"Apa tujuanmu kemari, Nak?" tanya Mbok Rondo.
"Sama seperti kakak-kakak saya, saya ingin melamar Ande-Ande Lumut, Mbok."
"Mereka yang cantik dan wangi saja ditolak. Apalagi kamu yang kumal, Nak?"
"Cobalah saja, Mbok," kata Kleting Kuning.
"Baiklah kalau begitu."

Mbok Rondo pun segera menemui Ande-Ande Lumut.
"Anakku, ada seorang gadis, jelek dan kumal, namanya Kleting Kuning. Ia hendak melamarmu. Apakah engkau menerimanya, Nak?"
Ande-Ande Lumut segera menyelesaikan semedinya.
"Ya, aku mau, Mbok."
"Tapi, Nak..."
"Mbok, ketahuilah bahwa dialah yang selama ini kucari, Dewi Candrakirana yang menghilang dari kerajaan."

Ande-Ande Lumut pun segera keluar dari ruang semedi dan bergegas menemui kekasihnya. Dengan diiringi tatapan keheranan dari keempat kakak angkat Kleting Kuning, Ande-Ande Lumut mengumumkan siapa sebenarnya mereka berdua. Tatapan keheranan kakak-kakaknya pun berubah menjadi tatapan ketakutan, tetapi Kleting Kuning alias Dewi Candrakirana tak merasa marah sedikit pun kepada mereka. Bagaimana pun juga, ini garis takdir yang harus dilaluinya untuk bisa bertemu suaminya, Ande-ande Lumut alias Panji Asmorobangun.



XXXXXXXXXXXXXXX


RATU LAUT SELATAN
(Kanjeng Ratu Kidul)



Ratu Laut Selatan atau Kanjeng Ratu Kidul adalah tokoh legenda yang sangat populer di kalangan masyarakat penghuni Pulau Jawa dan Bali. Kepercayaan akan adanya penguasa lautan di selatan Jawa (Samudra Hindia) dikenal terutama oleh suku Sunda dan suku Jawa. Orang Bali juga meyakini adanya kekuatan yang menguasai pantai selatan ini.

Legenda Kanjeng Ratu Kidul, pertama kali bisa dikatagorikan sebagai cerita rakyat, karena ia tidak diketahui sumber utamanya, namun cerita tentangnya disebarkan dari mulut ke mulut secara turun temurun dan menjadi �efek domino� yang tersebar. Karena cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul tidak terdapat pada sumber sejarah resmi, dan tidak terdapat prasasti (bisa berupa candi, lontar, peninggalan budaya) atau peninggalan yang bisa dijadikan bukti nyata, untuk itu kita akan memasukkan cerita Kanjeng Ratu Kidul sebagai cerita rakyat yang melegenda.

Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan legenda ini dikenal. Namun demikian, legenda mengenai penguasa mistik pantai selatan mencapai tingkat tertinggi pada keyakinan yang dikenal di kalangan penguasa kraton dinasti Mataram Islam (Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta) bahwa penguasa pantai selatan, Kanjeng Ratu Kidul, merupakan "istri spiritual" bagi raja-raja di kedua kraton tersebut. Pada saat tertentu, kraton memberikan persembahan di Pantai Parangkusuma, Bantul, dan di Pantai Paranggupita, Wonogiri, kepada sang Ratu. Panggung Sanggabuwana di komplek Kraton Surakarta dipercaya sebagai tempat bercengkerama Sang Sunan dengan Sang Ratu. Konon, Sang Ratu tampil sebagai perempuan muda dan cantik pada saat bulan muda hingga purnama, namun berangsur-angsur menua dan buruk pada saat bulan menuju bulan mati.

Dalam keyakinan orang Jawa, Kanjeng Ratu Kidul memiliki pembantu setia bernama Nyai atau Nyi Roro Kidul (kadang-kadang ada yang menyebut Nyi Loro Kidul). Nyi Roro Kidul menyukai warna hijau dan dipercaya suka mengambil orang-orang yang mengenakan pakaian hijau yang berada di pantai wilayahnya untuk dijadikan pelayan atau pasukannya. Karena itu pengunjung pantai wisata di selatan Pulau Jawa, baik di Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Cilacap, pantai-pantai di selatan Yogyakarta, hingga Semenanjung Purwa di ujung timur, selalu diingatkan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau. Demikian juga di bulan Suro, bulan yang disakralkan oleh masyarakat Jawa. Dimana tempat-tempat yang dianggap keramat atau wingit akan meminta jatah korban manusia.

Di kalangan masyarakat Sunda berkembang anggapan bahwa Kanjeng Ratu Kidul merupakan titisan dari seorang putri Pajajaran yang bunuh diri di laut selatan karena diusir oleh keluarganya karena ia menderita penyakit yang membuat anggota keluarga lainnya malu. Dalam kepercayaan Jawa tokoh ini dianggap bukanlah Ratu Laut Selatan yang sesungguhnya, melainkan diidentikkan dengan Nyi Roro Kidul, pembantu setia Kanjeng Ratu Kidul. Hal ini berdasarkan kepercayaan bahwa Kanjeng Ratu Kidul berusia jauh lebih tua dan menguasai Laut Selatan jauh lebih lama bahkan sebelum pulau Jawa dihuni manusia.

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, sosok Kanjeng Ratu Kidul merupakan sosok agung yang dimuliakan dan dihormati dalam mitologi Jawa. Karena orang Jawa mengenal sebuah istilah "telu-teluning atunggal" yaitu tiga sosok yang menjadi satu kekuatan. Yaitu, Eyang Resi Projopati, Panembahan Senopati, dan Kanjeng Ratu Kidul. Eyang Resi Projopati adalah penguasa Gunung Merapi, Panembahan Senopati adalah penguasa Mataram (Islam), dan Kanjeng Ratu Kidul adalah penguasa pantai selatan. Panembahan merupakan pendiri Kerajaan Mataram (Islam), yang dipertemukan dengan Kanjeng Ratu Kidul ketika bertiwikrama sesuai arahan Sunan Kalijaga guna memenuhi wangsit yang diterimanya membangun sebuah keraton yang sebelumnya sebuah hutan dengan nama "alas mentaok" (kini Kotagede di Daerah Istimewa Yogyakarta). Pada proses bertapa, diceritakan semua alam menjadi kacau, ombak besar, hujan badai, gempa, dan gunung meletus. Kanjeng Ratu Kidul setuju membantu dan melindungi Kerajaan Mataram (Islam), dan bahkan dipercaya menjadi "Istri Spiritual" bagi Raja-raja trah Mataram (Islam).

Naskah tertua yang menyebut-nyebut tentang tokoh mistik ini adalah Babad Tanah Jawi. Panembahan Senopati adalah orang pertama yang disebut sebagai Raja yang menyunting Kanjeng Ratu Kidul. Dari kepercayaan ini diciptakan "Tari Bedaya Ketawang" dari Kraton Kasunanan Surakarta (pada masa Sunan Pakubuwana I), yang digelar setiap tahun, yang dipercaya sebagai persembahan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Sunan duduk di samping kursi kosong yang disediakan bagi Kanjeng Ratu Kidul. Pengamat sejarah kebanyakan beranggapan, keyakinan akan Kanjeng Ratu Kidul memang dibuat untuk melegitimasi kekuasaan dinasti Mataram (Islam) atas masyarakat Jawa yang kental akan mistik.

Bila Kanjeng Ratu Kidul ini sudah ada sebelum Kerajaan Mataram (Islam), dimana perannya pada masa Majapahit, Singasari, Kediri, atau Mataram (Kuno)? Mengapa hanya Raja Mataram (Islam) saja yang memperistri Kanjeng Ratu Kidul? Apakah kita pernah mendengar bahwa raja Majapahit, Singasari, Kediri atau Mataram (Kuno) juga memperistri Kanjeng Ratu Kidul?
Mari kita lihat juga kerajaan (Islam) yang ada di Jawa sebelum Panembahan Senopati ( Sutowijaya ) membuka hutan Mentaok sebagai Kerajaan Mataram Islam. Sebelum Mataram (Islam) berdiri, yang ada adalah Kerajaan Pajang dan Kerajaan Demak. Namun penguasa Pajang (Hadiwijaya) maupun Demak (Sunan Prawoto) tidak menyentuh sama sekali keberadaan Kanjeng Ratu Kidul ini apalagi memperistrinya. Jadi keberadaan Kanjeng Ratu Kidul ini benar-benar populer setelah Panembahan Senopati (Sutowijaya) menjadi raja Mataram (Islam).

Kalau kita lihat pada bagian ini, yaitu bahwa Kanjeng Ratu Kidul hanya untuk raja Mataram (Islam), artinya ada yang menjadi �missing part� atau bagian yang hilang. Atau bahkan jangan-jangan menjadi �hidden part� yaitu bagian yang disembunyikan? Apakah ada seorang ahli yang sengaja menghadirkan Kanjeng Ratu Kidul bagi raja Mataram (Islam)? Ya, seseorang ini sangat ahli dan menguasai seluk beluk �cara kerja� pola pikir masyarakat Jawa. Seorang ahli "strategi politik" yang lihai pada saat itu. Dialah Ki Juru Mertani, sebagai penasehat Panembahan Senopati.

Pemahaman terkait penguasa laut selatan perlu kita diluruskan. Karena antara "Nyi Roro Kidul" dengan "Kanjeng Ratu kidul" sangatlah berbeda. Namun sudah menjadi pemahaman umum bahwa sosok tersebut adalah sama. Dalam kepercayaan Kejawen, yaitu kepercayaan Jawa yang dipengaruhi Hindu dan sudah bercampur beberapa unsur Islam, dalam mitologi Jawa, alam kehidupan itu terbagi menjadi beberapa Tahap. Tahap Pertama adalah alam Kadewan, Kedua adalah alam Nabi, Ketiga adalah alam Wali, Keempat alam Menungsa (Manusia) dan yang akan datang adalah alam Adil. Pada mitologi Jawa, Kanjeng Ratu Kidul merupakan ciptaan dari Dewa Kaping telu yang kemudian mengisi alam kehidupan sebagai Dewi Padi (Dewi Sri) dan dewi alam lainnya. Sedangkan Nyi Roro Kidul merupakan Putri dari Raja Sunda yang terusir oleh ayahandanya sendiri karena ulah dari ibu tirinya sendiri yang kemudian menjelma menjadi sosok penguasa di laut selatan setelah menceburkan diri di laut selatan. Dan cerita terkait antara "Kanjeng Ratu Kidul" dengan "Nyi Roro Kidul" bisa dikatakan beda fase tahapan kehidupan menurut mitologi Jawa.

Berbagai macam ritual dan penghormatan dilakukan orang untuk menghormati tokoh legendaris ini. Pantai Pelabuhan Ratu dikaitkan sebagai tempat berkuasanya Sang Ratu Pantai Selatan. Di sekitar lokasi pantai Pelabuhan Ratu tepatnya di Karang Hawu terdapat tempat petilasan (persinggahan) Ratu Pantai Selatan, yang dapat dikunjungi untuk melakukan ritual tertentu ataupun hanya sekedar melihat-lihat. Di komplek yang dikeramatkan oleh penduduk setempat ini, terdapat sekurangnya dua ruangan cukup besar yang didalamnya terdapat beberapa makam yang dipercaya penduduk sebagai makam Eyang Sanca Manggala, Eyang Jalah Mata Makuta dan Eyang Syeh Husni Ali. Di beberapa ruangan juga terpampang gambar Nyi Roro Kidul. Penghormatan serta pemuliaan kepada Kanjeng Ratu Kidul Sang Penguasa Laut Selatan juga terdapat pada sebuah klenteng yang terletak di Bilangan Pekojan - Jakarta Barat yaitu di Vihara Kalyana Mitta. Bahkan ada sebagian umat Konghu Chu yang beranggapan bahwa Kanjeng Ratu Kidul adalah identik atau sama dengan Dewi Kwan In.

Masyarakat nelayan pantai selatan Jawa setiap tahun melakukan sedekah laut sebagai persembahan kepada sang Ratu agar menjaga keselamatan para nelayan dan membantu perbaikan penghasilan. Upacara ini dilakukan nelayan di pantai Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng, Pangandaran, Cilacap, Sakawayana dan sebagainya. Sebagian besar para wisatawan yang berkunjung baik itu lokal maupun manca negara datang ke Pelabuhan Ratu karena keindahan panoramanya sekaligus tradisi ritual ini. Disaat-saat tertentu banyak acara ritual yang sering digelar penduduk setempat sebagai rasa terima kasih mereka terhadap Sang Penguasa Laut Selatan.

Pemilik hotel yang berada di pantai selatan Jawa dan Bali seringkali menyediakan ruang khusus bagi Sang Ratu. Yang terkenal adalah Kamar 327 dan 2401 di Hotel Grand Bali Beach. Kamar 327 adalah satu-satunya kamar yang tidak terbakar pada peristiwa kebakaran besar Januari 1993. Setelah pemugaran, Kamar 327 dan 2401 selalu dirawat, diberi hiasan ruangan dengan warna hijau, diberi suguhan (sesaji) setiap hari, namun tidak untuk dihuni dan khusus dipersembahkan bagi Kanjeng Ratu Kidul. Hal yang sama juga dilakukan di Hotel Samudra Beach di Pelabuhan Ratu. Kamar 308 disiapkan khusus bagi Kanjeng Ratu Kidul. Di dalam ruangan ini terpajang beberapa lukisan Kanjeng Ratu Kidul karya pelukis Basuki Abdullah. Di Yogyakarta, Hotel Queen of The South di dekat Parangtritis mereservasi Kamar 33 bagi Sang Ratu.


Photo Design by:
AW gallery

---
 � bersama Arlan Kejawen KerthobumiAnang,Wawan Efendi Lubis, dan 30 lainnya di "Parang kusumo" Pantai Selatan Yogyakarta.

Suka �  � Bagikan

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog